Seringkali kita menyangka hidup ini tidak adil saat realita berbeda dengan definisi adil yang kita ketahui yakni, sama rata. Keadilan Tuhan dan keadilan menurut kita ( ternyata ) tidaklah sama. Keadilan itu banyak dimensinya. Saat ukuran kita tak bekerja, mau tak mau kita harus mencari dan menemukan dimensi lain untuk menjawabnya.
Sebagai orang jawa kita pasti mengenal, "Wong nandur bakalé ngundhuh atau Becik katitik ala ketara." Keadilan menurut falsafah ini mengajarkan bahwa keadilan yang sebenarnya, menurut hukum dan ketentuan-Nya tidak berlaku serta merta. Melainkan membutuhkan waktu untuk membuktikannya demi menguji kesabaran dan keyakinan kita.
Semisal, saat seseorang menyakiti kita, kalo menuruti emosi, kita ingin sekali orang itu juga merasakan dan mendapatkan balasan yang sama. Tetapi harapan itu kadang tidak terjadi dan malah menambah kecewa, bukan? Lain cerita apabila kita mengejawantahkan pesan sakit hati ( kegagalan ) yang kita terima itu sebagai cara Tuhan memberi kita kesempatan untuk mengeluarkan kualitas terbaik kita sebagai manusia untuk mendapatkan hal-hal berharga yang selama ini kita harapkan. Respon kita pasti berbeda. Kita akan memiliki energi dan tujuan yang lebih pasti sehingga lupa akan sakit hati. Pada suatu titik kita menyadari bahwa keikhlasan kita untuk memaafkan dan menerima dibalas dengan kehidupan yang lebih baik oleh-Nya. Bahkan, kita akan berterimakasih padanya karena sudah memberi kesempatan untuk belajar menggali dan menemukan kualitas terbaik kehidupan dan kekuatan batin.
Di titik ini kita akhirnya sadar bahwasanya tidak semua keadaan bisa dihadapi dengan logika karena yang tidak kita ketahui jauh lebih banyak ketimbang pengetahuan manusia yang hanya setitik debu. Terkadang, keadaan yang kita labeli ketidakadilan atau penderitaan adalah jalan terindah yang Tuhan berikan agar kita mampu menyelami lebih dalam akan makna keyakinan, keberanian, ketulusan, dan kepekaan.
Tugas kita hanya belajar dan terus belajar meskipun seringkali salah, banyak kekurangan, khilaf; semua bukan alasan untuk berhenti untuk terus belajar nandur dan gembira dalam perjalanan. Karena hidup adalah proses berkesinambungan untuk menjaga keseimbangan antara hati, pikiran keadaan dan kehendak-Nya.
#catatanfas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar